Seputar Berita - Gagasan pemulangan WNI bekas ISIS sedang jadi perhatian. Menteri Koordinator Bagian Politik, Hukum, serta Keamanan Mahfud Md menjelaskan pemerintah sedang membahas dua pilihan di antara memulangkan atau mungkin tidak.
Belum ditetapkan sebab ada faedah serta mudaratnya semasing," kata Mahfud waktu didapati di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Februari 2020. Mahfud menjelaskan jika dipulangkan, WNI bekas ISIS itu dapat jadi permasalahan di sini. Bila juga memang kembali, Mahfud menjelaskan mereka harus jalani program deradikalisasi.
Beberapa WNI bekas ISIS ini atau bahasa pemerintah ialah teroris lintas negara (foreign terrorist fighters, FTF) tinggal di kamp-kamp yang berada di seputar Suriah. Wartawan Majalah Tempo, Hussein Abri Dongoran, pernah berkunjung ke salah satunya kamp yang berada di Raqqah di akhir Mei 2019. Disana, dia berjumpa dengan beberapa WNI bekas ISIS.
Seperti diambil dari Majalah Tempo edisi 15 Juni 2019 bertopik "Nestapa di Negeri Syam", Hussein dapat masuk ke kamp itu sesudah mendapatkan izin dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sayap militer Otoritas Kurdistan Suriah atau Rojava.
Saat itu, Hussein berjumpa dengan Mustafa Bali, jubir SDF. Pada Mustafa, Hussein mengemukakan kemauannya untuk berjumpa dengan beberapa partisipan ISIS asal Indonesia. Pada pertemuan tersebut, Hussein melobi Mustafa dengan kopi saset asal Indonesia serta dua bungkus rokok kretek. “Anda harus coba ini, ciri khas Indonesia,” kata Hussein seperti diambil dari salah satunya tulisan di Majalah Tempo edisi 15 Juni 2019 berjudul Abon Sapi di Tenda Pengungsi.
Mustafa lantas memerintah anak buahnya menyeduh kopi. Sesudah isapan pertama rokok kretek, Mustafa tersenyum. “Rasanya seperti siwak,” katanya. Lantas kopi yang hadir juga diseruputnya. “Enak, langsung manis,” katanya dengan senyum yang masih tipis.
BACA JUGA : Wisatawan Asing Tidak Diterima Masuk Bali Sebab Punya Catatan ke Cina
Rokok serta kopi ini rupanya dapat mencairkan situasi. Sesudah bercakap ngalor-ngidul, Mustafa meluluskan Hussein bertemu dengan Ketua Komisi Luar Negeri Otoritas Kurdistan Suriah, Abdulkarim Omar. Dia juga memberi surat berbahasa Arab, izin lewat ke Raqqah, sisa ibu kota ISIS. Hussein juga dapat masuk pengungsian Al-Hawl, kamp paling besar di timur laut Suriah.
Toh bukan masalah gampang temukan WNI bekas ISIS disana. Karena, ada 73 ribu pengungsi di kamp itu. “Siapa dari Indonesia?” Hussein berteriak-teriak cari WNI yang berada di sana. Beruntungnya, ada bocah dari Filipina yang memahami Bahasa Indonesia serta mengantar Hussein ke kamp Indonesia.
Aisyah Retno, 35 tahun, wanita asal Kutacane, Aceh Tenggara, kaget lihat Hussein. Aisyah mempersilakan wartawan Tempo ini duduk. Hussein selanjutnya memberi sebungkus abon sapi. “Mas, jika kesini, bawanya sambal Bonus Tahunan terasi serta ikan asin,” tutur Aisyah. Seputar 1/2 jam terlibat perbincangan, Aisyah menitipkan pesan. “Tolong berikan pada pemerintah, kami ingin pulang,” tuturnya dengan mata berair.
0 Komentar